Mendaki gunung itu gak berbahaya, selama kita paham konsekuensi dan persiapannya!
Pendakian gunung adalah sebuah cerita tentang tubuh yang beradaptasi dengan kondisi alam ekstrem. Jika persiapan sebelum mendaki dilakukan dengan baik, Insha Allah semuanya berjalan lancar.
Namun jika hanya bermodal nekat, tanpa pengetahuan dan persiapan fisik apapun. Ini yang jadi bahaya. Karena banyak pendaki mengalami masalah kesehatan di gunung karena kurangnya persiapan fisik.
Sehingga tubuhnya tidak siap dengan perubahan cuaca yang tiba-tiba. Risiko-risiko inilah yang sering disepelekan, padahal bisa berdampak serius saat berada jauh dari akses medis. Agar kamu gak nekat lagi dan orang tua pun jadi tenang, ini dia penyakit gunung yang umum terjadi dan cara mengatasinya.
Apa itu Penyakit Gunung?
Penyakit gunung adalah kondisi kesehatan yang muncul ketika tubuh tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan pegunungan yang ekstrem. Di ketinggian, tubuh bekerja lebih keras karena oksigen lebih sedikit, suhu lebih rendah, dan aktivitas fisik lebih berat.
Kombinasi faktor ini bisa memicu berbagai gangguan, mulai dari pusing, mual, kelelahan berat, hingga kondisi serius seperti Acute Mountain Sickness (AMS). Umumnya, penyakit gunung terjadi karena perubahan lingkungan yang terlalu cepat, kurang persiapan fisik, atau tidak memberi tubuh waktu yang cukup untuk beradaptasi.
Beberapa faktor utama yang memicu penyakit gunung antara lain:
- Udara tipis = tubuh kekurangan oksigen.
- Suhu dingin ekstrem = suhu inti tubuh turun drastis (hipotermia).
- Kelelahan fisik = cedera, keram, dan lainnya.
Penyebab tersebut juga bisa diperparah dengan kekurangan cairan dan nutrisi.Kalau faktor-faktor ini terjadi bersamaan, pendaki jadi lebih rentan sakit dan mengalami penurunan performa. Itulah kenapa persiapan fisik, hidrasi, dan pemenuhan nutrisi di gunung sangat penting untuk mencegah penyakit gunung muncul.
Baca Juga: Kenapa Logistik Pendakian Adalah Faktor Penting Naik Gunung?
Jenis-jenis Penyakit Gunung
1. Acute Mountain Sickness (AMS)
Penyakit gunung yang satu ini sering disebut mabuk gunung. Umumnya terjadi ketika tubuh naik ketinggian terlalu cepat sehingga belum sempat beradaptasi dengan berkurangnya oksigen. Penyebab utamanya adalah peningkatan elevasi yang terlalu cepat. Pencegahan paling efektif adalah naik bertahap dan lakukan aklimatisasi.
Gejala umum yang muncul dalam 6 – 24 jam pertama antara lain:
- Pusing
- Mual/muntah
- Susah tidur
- Nafas pendek atau sesak.
Cara mengatasi AMS (step-by-step):
- Hentikan pendakian segera. Jangan lanjut naik jika muncul gejala.
- Istirahat 1 – 2 jam di ketinggian yang sama. Pantau gejala (headache, mual, napas).
- Tetap terhidrasi & minum hangat (air/teh) dan hindari alkohol atau obat tidur yang menekan pernapasan.
- Gunakan analgesik ringan untuk sakit kepala (mis. paracetamol/ibuprofen) bila perlu.
- Turun ke ketinggian lebih rendah jika gejala tidak membaik atau memburuk. Penurunan ketinggian adalah tindakan paling efektif.
- Cari pertolongan medis jika terjadi penurunan kesadaran, muntah berat, gangguan koordinasi, atau kesulitan bernapas. Gejala tersebut bisa mengindikasikan HACE/HAPE yang berbahaya.
2. Hipotermia
Penyakit gunung yang berbahaya berikutnya adalah hipotermia. Kondisi ini bisa terjadi ketika suhu tubuh turun drastis sehingga fungsi otak dan organ terganggu. Penyebabnya biasanya kombinasi pakaian basah (keringat, hujan), cuaca ekstrem, dan terpaan angin kencang yang cepat menguras panas tubuh.
Gejalanya khas hipotermia:
- Menggigil hebat
- Bicara jadi tidak jelas atau melantur
- Koordinasi menurun,
- Penurunan kesadaran
Jika gejala tersebut kamu biarkan bisa berujung pada kegagalan pernapasan atau jantung. Pencegahan jauh lebih mudah daripada penanganan: pakai layering system (base layer yang cepat kering, insulator, dan outer shell yang tahan angin & anti air), pastikan jaket gunung benar-benar windproof & waterproof, dan selalu bawa pakaian kering cadangan serta shelter darurat. Selain itu, atur intensitas aktivitas dan konsumsi cairan/kalori supaya tubuh tidak cepat kehabisan energi dan tetap bisa menghasilkan panas.
Cara mengatasi hipotermia:
- Pindahkan korban ke tempat yang lebih hangat dan terlindung dari angin (tenda, semak terlindung, atau dalam mobil).
- Ganti semua pakaian basah dengan pakaian kering dan hangat segera.
- Bungkus korban dengan emergency blanket (foil) atau sleeping bag untuk menahan panas tubuh.
- Beri minuman hangat manis, air hangat atau minuman berenergi. Jangan beri alkohol atau minuman berkafein panas.
- Arahkan korban untuk berbaring dengan posisi nyaman dan angkat sedikit kaki jika toleran (untuk menjaga sirkulasi), tapi jangan pijat atau gosok tubuh yang dingin secara kasar.
- Jika korban tidak sadar, napas lemah, atau kondisi memburuk. Segera evakuasi ke fasilitas medis terdekat dan minta bantuan profesional.
- Monitor tanda hidup (napas, kesadaran) setiap beberapa menit sampai bantuan datang; catat perubahan gejala untuk disampaikan ke tim medis.
3. Frostbite (Radang Beku)
Frostbite atau radang beku sering terjadi di gunung bersalju atau saat suhu malam hari turun ekstrem. Gejala penyakit ini cukup khas, yaitu: jari (tangan/ jari kaki) terasa membeku dan mati rasa, kulit awalnya memucat lalu bisa berubah warna keabu-abuan atau menghitam seiring kerusakan jaringan. Kondisi ini butuh perhatian cepat karena jaringan yang beku bisa mengalami kerusakan permanen jika dibiarkan.
Cara mengatasi frostbite:
- Pindahkan korban ke tempat yang hangat dan terlindung dari angin.
- Lepaskan pakaian/aksesoris yang menekan area terdampak (cincin, sepatu) agar sirkulasi tidak terganggu.
- Hangatkan perlahan bagian yang beku. Gunakan panas tubuh atau rendam area dalam air hangat-hangat kuku (sekitar 37 – 40°C), jangan gunakan api, air panas, atau pemanas langsung.
- Jangan menggosok, memijat, atau mengurut bagian yang membeku. Langkah itu bisa memperparah kerusakan jaringan.
- Setelah mulai hangat dan sensasi kembali, tutup dengan kain bersih dan kering. Hindari tekanan atau gesekan.
- Segera turun ke basecamp dan cari bantuan medis/evakuasi secepatnya untuk penanganan lanjutan.
4. Cedera Otot & Keram
Salah satu keluhan paling umum di gunung adalah cedera otot dan kram. Otot yang kram, kaku, atau bahkan cedera ringan akibat aktivitas berulang dan beban carrier. Penyebab karena kurang pemanasan sebelum mendaki atau membawa beban terlalu berat.
Pencegahannya jelas: lakukan pemanasan dan pendinginan, jaga beban carrier tetap proporsional, dan lakukan latihan kekuatan kaki sebelum pendakian (contoh: squat, lunges, step-up) agar otot lebih tahan banting dan stabil saat menapaki medan sulit.
Cara mengatasi cedera otot & keram:
- Berhenti sejenak dan lepaskan beban carrier untuk mengurangi tekanan pada otot.
- Lakukan peregangan ringan pada otot yang kram (mis. calf stretch untuk kram betis) selama 20 – 30 detik tanpa memaksa.
- Segera minum air. Rehidrasi penting untuk meredakan kram, tambahkan elektrolit atau sedikit garam jika tersedia.
- Pijat perlahan area yang keram untuk membantu relaksasi otot.
- Jika rasa sakit berlanjut atau memburuk, kurangi aktivitas dan pertimbangkan istirahat lebih lama hingga kondisi membaik.
5. Infeksi Pernafasan
Salah satu penyakit gunung yang paling sering ditemui adalah infeksi pernapasan atau “batuk gunung”. Biasanya terjadi karena udara yang dingin dan kering, debu di jalur, atau asap dari api unggun yang mengiritasi saluran napas. Gejala umumnya batuk kering, tenggorokan gatal, dan sesak ringan. Terkadang muncul setelah beberapa jam atau hari berada di lingkungan dingin/berdebu. Meski mayoritas ringan, batuk yang dibiarkan bisa mengganggu tidur, menguras tenaga, dan bikin pendakian jadi tidak nyaman.
Cara mengatasi infeksi pernafasan selama pendakian berikut:
- Kenakan buff/masker.
- Pindah ke area lebih hangat dan terlindung dari angin jika memungkinkan.
- Kurangi aktivitas fisik, turunkan intensitas agar nafas tidak makin terganggu.
- Minum air hangat secara berkala untuk meredakan tenggorokan dan membantu melonggarkan lendir.
- Istirahat yang cukup. Baik tidur/istirahat yang baik mempercepat pemulihan.
- Gunakan pereda gejala non-resep bila perlu (lozenges, obat batuk OTC) dan pantau gejala.
- Segera cari pertolongan medis jika muncul demam tinggi, batuk berdarah, atau sesak berat.
Tips Mengurangi Resiko Penyakit Gunung
Penyakit gunung bisa muncul saat tubuh belum beradaptasi dengan ketinggian, suhu dingin, atau kondisi fisik yang kurang prima. Kondisi seperti Acute Mountain Sickness (AMS), hipotermia, kram otot, hingga dehidrasi sering terjadi pada pendaki.
Perlu kamu pahami, bahwa penyakit gunung ini tidak memandang kamu masih pemula atau sudah berpengalaman. Semuanya bisa terserang! Karena itu, penting banget untuk memahami apa saja jenis penyakit gunung dan bagaimana mereka bisa muncul, supaya kamu bisa mengenali tanda-tandanya sejak awal dan tidak memaksakan diri.
Untuk mengurangi risiko penyakit gunung, kamu bisa menerapkan beberapa langkah sederhana namun sangat efektif berikut:
- Mulai pendakian dengan kondisi fit.
- Jangan terburu-buru pilih ritme slow hiking.
- Tidur cukup sebelum naik gunung.
- Konsumsi karbo dan protein yang cukup agar energi stabil.
- Pantau cuaca sebelum berangkat agar tidak menghadapi kondisi ekstrem tanpa persiapan.
Mendaki Gunung itu Aman, Asal dipersiapkan!
Mengenali gejala awal dari penyakit gunung. Mulai dari pusing, mual, gemetar, sampai hilang fokus. Bisa jadi kunci penting supaya kondisi nggak makin parah dan membahayakan diri sendiri maupun tim. Pendakian bukan soal siapa paling cepat sampai puncak, tapi siapa paling siap dan paham cara menjaga tubuh tetap aman.
Dengan persiapan yang matang, setiap perjalanan ke gunung bakal terasa jauh lebih aman, nyaman, dan nikmat. Mulai dari memilih pakaian yang benar, menyiapkan logistik, menjaga hidrasi, sampai tahu kapan harus istirahat. Buat kamu yang mau mendaki dengan lebih percaya diri, baca panduan persiapan mendaki gunung dari Insanus Mlaku. Agar setiap langkahmu ke alam bebas selalu dalam kondisi terbaik!
