Jejak Langkah Misterius – Pendakian Gunung Sumbing via Butuh Kaliangkrik

Puncak Sejati Gunung Sumbing

Pendakianmu yang paling horror di gunung mana?

Sedari jejak langkah dimulai, perasaan yang sangat tidak
enak senantiasa menemani bahkan mendekap erat tubuh ini – Sumbing Via
Kaliangkrik

Kutipan diatas merupakan representasi dari pendakian saya
waktu itu ke Gunung Sumbing 3371 mdpl via Butuh Kaliangkrik. 

Sebuah pendakian
yang beranggotakan 7 orang ini sejatinya telah berhasil membuat diri saya tak
nyaman sedari awal. 

Awalnya hanya kami berdua (saya, dan seorang sahabat
bernama rico) yang merencanakan pendakian.

Rencana ini mulai muncul ke permukaan, setelah sekian kali
melakukan pendakian bersama. Meski hanya berpaku pada satu gunung saja, yaitu
Gunung Slamet

Memiliki Tim yang Solid itu Penting!

ilustrasi tim yang solid selama pendakian
Photo by Tiago Rosado on Unsplash

Saya dan Rico telah melakukan pendakian bersama kurang lebih
3 kali ke gunung Slamet. Coba tebak, untuk apa kami melakukan pendakian itu? 

Jawabannya adalah
menghantarkan teman menapakkan kaki di puncak gunung tertinggi di Jawa Tengah.

Bermacam situasi telah kami lalui bersama sepanjang
pendakian. Bermacam sifat asli teman juga telah kami buktikan bersama. 

Bisa
dibilang, kami menjadi tulang punggung pendakian yang telah 3 kali kami
jalani. Pada rencana kali ini, kami sepakat untuk mendaki berdua saja, sebagai
sebuah team yang utuh.

Bukannya kami tak mau mengajak teman lainnya, bukannya kami
merasa sudah mahir, dan bukan pula kami tak ingin membagi kebahagiaan. 

Tapi,
kami ingin membuktikan pada diri kami sendiri, memaksa lebih lagi bagi diri
kami sendiri. Bisakah kami melampaui catatan waktu pendakian ke gunung yang
sama yang telah teman kami lakukan. 

Pada awalnya, pendakian ini adalah ajang
pembuktian. Sebatas itu, tak lebih.

Perubahan Rencana

Daftar ceklist rencana pendakian
Photo by Glenn Carstens-Peters on Unsplash

Ada sebuah kutipan yang kerap kali terlintas dalam beranda
sosial media.

“Kita sebagai hamba Tuhan, hanya bisa merencanakan. Sisanya
serahkan pada Tuhan” dan “Rencana hanyalah sebatas rencana, semua itu bisa
berubah sewaktu-waktu. Tergantung situasi dan kondisi yang terjadi”

Ternyata benar adanya, kedua kutipan tersebut menghampiri
rencana kami berdua. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka.

Kami dipaksa
untuk merubah rencana awal kami. Yang awalnya hanya ingin mendaki berdua saja
sebagai sebuah team yang utuh. 

Pada akhirnya, team tersebut bertambah 5 anggota
lagi.

Semua ini bermula pada kondisi keuangan kami berdua. Sebagai
seorang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kami tak punya daya dari segi
keuangan. 

Menabung saja rasanya belum cukup untuk membantu kami meraih
mimpi-mimpi. Kami harus memikirkan cara lain untuk bisa meraihnya. 

Pada waktu
itu, mimpi kami adalah menapakan kaki dipuncak gunung sumbing.

Setelah merencanakan semuanya, kami terkendala dari segi
logistik yang cukup vital dalam pendakian. Setelah dihitung-hitung sisa uang
kami hanya mampu untuk membeli mie instan aja. 

Yakali dah, selama mendaki kami
hanya mengkonsumsi mie instan sebagai sumber tenaga.

Nggak, nggak sehat banget. Meski kami sudah berusaha
memangkas anggaran dengan sedikit mencuri persediaan dapur ibu, keungan kami
juga belum membaik untuk sekedar memenuhi standar 4 sehat 5 sempurna.

Maka dari itu, terbesitlah ide untuk mengajak teman lainnya
mendaki bersama, khususnya perempuan.

 Kenapa perempuan? simpelnya, kami
menganggap perempuan memiliki manajemen uang yang cukup baik, sehingga kami
bisa bergantung kepada mereka untuk memperbaiki kondisi logistik, dengan
imbalan kami harus menjadi tulang punggung pendakian (lagi). 

Cukup adil bukan?

Singkatnya, bergabunglah 5 orang lagi dalam rencana
pendakian kali ini. Mereka adalah Erin, Lutfi, Dian, Aan, dan Rifqi. 

Bergabungnya
mereka kedalam pendakian kali ini, membuat kami sedikit tenang mengenai
logistik.

Perjalanan Menuju
Basecamp

Ilustrasi perjalanan menuju basecamp

Ketika semuanya telah selesai kami persiapkan, segala
kebutuhan sudah terceklist dengan
rapi. Kini, saatnya kami menuju basecamp pendakian sumbing via butuh
kaliangkrik yang terletak di Desa Butuh Kec. Kaliangkrik, Kab. Magelang, Jawa
Tengah. 

Waktu tempuh berdasarkan Google
Maps
sekitar 4 jam’an. Namun, berdasarkan pengalaman seorang sahabat,
mereka berhasil menempuhnya dengan waktu 3,5 jam aja.

Namun, apakah kalian percaya jikalau kami membutuhkan waktu
sekitar 6,5 jam untuk bisa sampai ke basecamp butuh kaliangkrik ini. 

Sungguh perbedaan
yang sangat jauh dari perkiraan di awal. Padahal, selama perjalanan tidak ada
sesuatu hal yang menimpa dan menguras waktu yang lama. 

Tapi waktu tempuh kami
menuju basecamp sangatlah lama. Entahlah.

Kami berangkat dari Rumah Lutfi yang berada di Desa Walik,
Purbalingga sekitar jam 10 malam dan kami sampai di basecamp sekitar jam 03.30
pagi. 

Bisa kalian tebak, tenaga kami sudah terkuras dalam perjalanan menuju
basecamp. Belum nanti mendakinya, hadeh. Tapi semua itu harus dinikmati bukan ?

Selama perjalanan menuju basecamp-pun saya merasa jadi orang
yang paling sengsara. Sebab, kami berangkat menggunakan 4 sepeda motor dan
orangnya berjumlah 7. 

Tentunya ada satu orang yang dikorbankan mengendarai motor
sendirian, jikalau ada temannya mungkin itu barang-barang yang dibutuhkan
selama pendakian. Nasib jadi jomblo ya begitu, haha.

Diperjalanan saya perhatikan, rifqi-erin, rico-dian,
aan-lutfi mengobrol dengan asyiknya. Sementara saya, terus-terusan berusaha
mencari topik untuk mengajak carrier saya berbicara. 

Hanya itulah yang bisa
saya lakukan selama perjalanan menuju lokasi basecamp. Sesampainya kami di
basecamp, saya mengeluhkan hal tersebut kepada teman-teman mendaki waktu itu,
dan semuanya kompak menertawai saya. 

Sungguh sialan memang.

Pendakian Dimulai

Mari mendaki

Sebelum kami semua memejamkan mata dan mengistirahatkan
badan yang telah lelah menempuh perjalanan 6,5 jam lamanya. 

Kami bersepakat
untuk memulai pendakian di jam 10 pagi, dan untuk pertama kalinya kami menepati
kesepakatan tersebut. 

Perjalanan dari basecamp menuju pintu rimba berkisar 15 –
20 menit, di pintu rimba ini kami melakukan berswafoto terlebih dahulu.

Setelah puas melakukan sesi foto-foto, kami-pun melanjutkan
perjalanan. Belum lama kami berjalan, Erin meminta untuk berhenti sejenak,
bukan karena ia sudah kelelahan atau apa. 

Tapi karena ada barang yang
ketinggalan di basecamp. Seperti itu awalnya. Ia turun ditemani dian, dan
sisanya menunggu ditempat pemberhentian pertama kami.

10 menit terlewati, 20 menit terlewati, 40 menit sudah
berlalu semenjak Erin dan Dian kembali turun ke basecamp untuk mengambil barang
yang tertinggal, namun tak kunjung kembali. 

Saya mulai bertanya-tanya, apakah
ada kendala semasa mereka turun?

Ketika saya bertanya kepada lutfi, akhirnya ia mengatakan
bahwa mereka turun karena Erin ingin membeli pembalut. Erin khawatir ketika
mendaki nanti ia sedang memasuka masa menstruasinya.

Mendengar penjelasan lutfi seperti tersambar petir disiang
bolong. Perasaan was-was seketika menghampiri, pikiran untuk menyudahi
pendakian pun muncul. 

Memilih Mundur, atau Meneguhkan Hati untuk Melangkah?

Ilustrasi perdebatan di dalam diri saya

Dari sekian banyaknya opsi yang tersedia, kami harus
menunggu yang bersangkutan dan mendengarkan keinginannya.

Sesampainya mereka berdua ke tempat kami menunggu sedari 40
menit lebih lamanya, dengan secepat kilat saya menyakan kebenaran informasi
yang diberikan oleh Lutfi. 

Dengan santainya Erin berkata “Hehe, gak jadi dapet
kok bang :)”, respon yang begitu membuat saya sedikit ragu untuk melanjutkan
pendakian. Saya merasa ada yang coba ditutupi.

Tapi saya tak bisa mengambil keputusan sepihak, harus
didiskusikan bersama dengan berbagai macam resiko dan kemungkinan terburuk yang
bakal terjadi. 

Karena mendaki bukan hanya persoalan menapakan kaki ke puncaknya,
hal yang terpenting adalah kebersamaan dan keselamataan. Sisanya bonuss.

Keputusan kami waktu itu adalah tetap melanjutkan pendakian,
dan berharap tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Aamin.

Perjalanan kami lanjutan dengan bersabar, menapaki
tanjakan-tanjakan PHP (begitu istilah yang diberikan di jalur ini) dibarengi
dengan gelak tawa. 

Semua terasa normal saja sebelum sampai di pos 1,
pemandangan yang tersuguhkan-pun masih perkebunan milik warga. Belum memasuki
hutan.

Pos 1 gunung sumbing via butuh kaliangkrik

Setelah kami sampai di pos 1, dan sedikit mengintip jalan
yang akan kita lalu selanjutnya. Ternyata cukup berhasil menyerang mental kami. 

Tanjakannya begitu curam, dan
cukup panjang. Ditambah lagi tanjakan itu merupakan akses kami untuk masuk ke
dalam hutan.

Selama pendakian saya berposisi di paling belakang, sempat
dibeberapa saat saya merasakan ada yang mengintai kami di kanan dan kiri jauh
di dalam hutan sana. 

Acapkali juga saya merasakan ada yang menemani saya di
belakang, tapi ketika saya menoleh kebelakang tidak ada siapapun.

Mendekati waktu ashar, saya melihat beberapa teman-teman
sudah kelelahan dan sangat beresiko untuk memaksakan melanjutkan perjalanan,
terutama Lutfi. 

Sedari awal Lutfi memang menjadi perhatian kami, bisa dibilang
dia memiliki kondisi fisik yang paling lemah diantara kami ber-7.

Maka untuk mempersingkat waktu, saya meminta tolong kepada
Rico dan Aan untuk berjalan lebih cepat dan segera mendirikan tenda di pos 2. 

Kondisi
fisik yang sudah kelelahan sangat tidak mungkin untuk dipaksakan, dan mungkin
akan beresiko fatal. Jadi kami memutuskan untuk ngecamp di pos 2.

Ketika Camping

Foto di dalam tenda
Ekspresi kelelahan

Ketika kami semua sampai di pos 2, selisih waktu kami dengan Rico-Aan tidak terlalu jauh. Sehingga tenda yang diharapkan sudah berdiri untuk
beristirahat teman-teman yang sudah kehabisan tenaga belum siap. 

Secepatnya saya
berusaha membantu proses pendirian tenda tersebut. Tenda yang kami gunakan berkapasitas
6 orang cukup lah untuk menampung kami semua.

Sialnya, di pos 2 ini kurang ada lahan yang cukup luas untuk
mendirikan tenda sebagaimana mestinya. 

Alhasil kami mendirikan tenda di dalam
shelter, jika kalian melihat tenda biru berdiri di dalam shelter, itu tenda
kami. 

Kami tau perbuatan kami salah, tapi kami tidak punya pilihan. Mohon untuk
dimaafkan.

Ketika tenda berdiri, semuanya bergegas masuk untuk segera
mengistirahatkan badang yang sedari pagi sudah berjalan. 

Sedangkan saya, masih
berjalan-jalan mengitari tenda. Mengobrol dengan pendaki yang baru turun
perihal cuaca, atau apapun yang berguna bagi kami untuk melanjutkan pendakian
dini hari nanti.

Sehabis isya, pendaki yang awalnya (harapan) menjadi
tetangga kami dalam menginap malam ini, ternyata memutuskan untuk turun menuju
basecamp. 

Alhasil hanya ada tenda kami saja di pos 2 itu. Selepas pulangnya
tetangga kami, pos 2 menjadi sangat sepi dan mencekam. Letaknya yang cukup
strategis juga menambah rasa ketakutan saya.

Pos 2 ini berletakan di pucuk vegetasi hutan dengan lembah
bukit yang harus dilewati untuk bisa sampai ke puncak. Sehingga menambah
pikiran buruk saya saja. 

Andaikan kata, dari arah puncak datang segerombolan
mahluk begitu juga dari arah basecamp. Sudah habis kami terkepung oleh ribuan
mahluk yang menyerbu.

Pemandangan setelah melewati pos 2
Ceritanya mau benerin rambut dulu sebelum foto

Ketika saya sedang melamun memandangi jalur yang sudah kami
lalui siang tadi sembari menghisap rokok. 

Saya melihat cahaya senter dari
bawah, perasaan senang saya rasakan. Akhirnya ada teman ngobrol juga, maklum
lah semua teman saya sudah berada dalam alam mimpi. 

Sedangkan saya masih
berusaha terlelap.

Saya berusaha menereriaki sumber cahaya tersebut, berharap
mendapatkan balasan. Beberapa kali saya berteriak, kumpulan cahaya itu juga
tidak membalasnya. 

Malah asyik berjalan menembus malam. Oke, saya coba cara
lain. Kali ini saya memberikan sinyal melalui kedipan senter ditangan saya, dengan
harapan akan dibalas sinyal saya itu. 

Akan tetapi hasilnya tetap nihil.

Pikiran negatif mulai menyerang saya, seketika saya berjalan
dengan santai namun cepat menuju tenda. Membuka resleting tenda, mengambil
posisi tidur, dan bersembunyi dibalik hangatnya sleeping bag. 

Setelahnya saya
berusaha tidur secepat mungkin. Tapi tetap saja tidak bisa, semakin dipaksa
semakin saya tidak merasakan kantuk sama sekali.

Hingga pada akhirnya saya mendengar langkah kaki yang cukup
banyak, mungkin satu regu pendakian. Oh mungkin ini orang-orang yang sedari
tadi saya hubungi melalui teriakan dan sinyal senter. 

Perasaan tenang-pun saya
rasakan. Ketika saya ingin beranjak dari dekapan hangat sleeping bag, saya
merasa ada yang janggal.

Apakah kalian tahu? Langkah kaki itu tak ada hentinya
selama sekitar 3 menit lamanya, dan hal yang paling aneh adalah tak terdengar
suara obrolan ataupun ngos-ngosan. 

Dengan lokasi tenda kami yang berdeketan
dengan jalur pendakian, seharusnya nafas yang ngos-ngosan bisa terdengar. 

Setelah
itu saya makin ketakutan dan bersembunyi dibalik sleeping bag. Menutup erat
wajah, sambil berdo’a dan berusaha tetap tenang.

BERSAMBUNG……

Udah dulu ceritanya yaa … Masih banyak cerita lainnya dari Insanus Mlaku yang gak kalah seru dan menarik. Yuk eksplore bareng.
See you!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *